HATI-HATI Gangguan Jiwa Akibat Media Sosial Apakah Anda pengguna jejaring sosial seperti
Facebook,
Twitter,
Path dan
sejenisnya? Media jejaring sosial memang menjadi budaya tersendiri saat
ini. Kita dapat dengan bebas terhubung serta menunjukkan eksistensi
kepada orang lain di seluruh dunia, dan semua orang pun dibebaskan untuk
mengakses kehidupan kita tanpa batas.
Tapi orang akan mulai
gelisah jika ponselnya tertinggal, karena menghalangi dia untuk dapat
terhubung oleh dunianya di jejaring sosial. Bahkan pada kasus-kasus
tertentu, orang bahkan sangat takut dan cemas jika tidak terhubung
dengan akunnya walau hanya beberapa menit. Jika itu sampai terjadi maka
waspadalah, mungkin secara tidak sadar kita telah terkena sebuah
gangguan kejiwaan yang disebut dengan FoMO (
Fear of Missing Out).
Tentang Gangguan FoMO
FoMO pertama kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan asal Inggris bernama dr. Andrew K. Przybylski. Menurutnya,
FoMO merupakan
adanya dorongan berlebihan untuk mengikuti tren. Dalam hal ini, tren
yang dimaksud adalah mengikuti status terkini milik akun orang lain
secara berlebihan.
Atau dengan kata lain, FoMo merupakan sebuah
gangguan di mana penderitanya sangat kecanduan terhadap Internet
terutama jejaring media sosial. Bahkan penderita FoMO sering merasa
cemas dan takut jika sesaat tidak terkoneksi dengan akunnya. Sebagian
penderita FoMO tidak menyadari bahwa dirinya telah mengidap penyakit
tersebut, bahkan gangguan yang dirasakan dianggap suatu kebiasaan yang
wajar pada saat ini.
Penyebab Gangguan FoMO
Penyebab
pasti gangguan FoMO belum diketahui, namun faktor sosial dan lingkungan
menjadi pemicu utama FoMO. Pada dasarnya FoMO bukanlah sebuah
diagnostik medis, karena diagnosis tersebut tidak tercantum dalam PPDGJ
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa). Namun, FoMO
merupakan suatu masalah sosial yang harus ditangani, karena jika tidak
maka akan berdampak buruk bagi penderitanya.
Beberapa teori menyebutkan amigdala dan serotonin dianggap sebagai faktor penyebab timbulnya gangguan FoMO ini.
Pada
amigdala, kerja yang berlebihan dari bagian otak ini dapat
mengakibatkan timbulnya gangguan FoMO. Amigdala sendiri merupakan bagian
dari otak yang bertanggung jawab untuk mendeteksi rasa takut dan
mempersiapkan diri untuk kejadian darurat. Jadi, para penderita merasa
takut jika berjauhan dengan ponsel karena mereka tidak ingin terlambat
mendapatkan informasi terbaru dari media sosial.
Selain
itu, menurunnya kadar serotonin dalam tubuh juga dianggap sebagai
penyebab gangguan FoMO. Serotonin merupakan suatu zat pada sistem saraf
pusat yang dipercaya sebagai pemberi perasaan nyaman dan senang.
Sehingga kekurangan hormon ini akan memberikan perasaan cemas, takut,
dan perasaan ingin melakukan suatu hal secara berulang
(obsessive compulsive). Itu sebabnya kekurangan hormon ini menyebabkan rasa cemas dan selalu penasaran untuk melihat akun media sosial secara berulang.
Meski demikian, teori-teori tersebut masih menjadi sekadar teori yang masih diteliti oleh para ahli.
Gejala Gangguan FoMO
Untuk mengetahui apakah kita termasuk salah satu penderita gangguan ini, berikut adalah beberapa gejala penderita FoMO:
- Tidak dapat melepaskan diri dari ponsel.
Takut
tertinggal informasi terbaru di media sosial membuat penderita FoMO
tidak dapat berpisah dari ponselnya. Ponsel harus senantiasa ada pada
saat melakukan aktivitas sehari-hari. Maka apabila penderita lupa
meletakkan ponsel atau meninggalkannya di rumah, maka orang tersebut
seperti tertimpa musibah besar dan tidak bisa menjalankan aktivitas
sehari-hari dengan normal.
- Cemas dan gelisah jika belum mengecek akun media sosial.
Menurut
sebuah penelitian, pengidap FoMO mampu mengecek akun jejaring sosialnya
setiap 30 detik sampai 10 menit sekali. Bahkan, pada saat beribadah pun
penderita FoMO tidak dapat berkonsentrasi dan terburu-buru dalam
beribadah, sebab yang dipikirkan hanya mengecek akun jejaring sosialnya.
Para penderita FoMO sangat takut dan cemas untuk didahului orang lain
dalam hal mengetahui informasi dan berkomentar terhadap suatu status.
- Lebih mementingkan hubungan dunia maya dibandingkan dengan dunia nyata.
Orang
yang memiliki gangguan FoMO lebih tertarik untuk berhubungan dengan
orang-orang di media sosial dibandingkan rekan di sekitarnya. Bagi
penderita FoMO, mereka lebih mementingkan berkomunikasi dengan
rekan-rekannya di media sosial dibandingkan mengobrol dengan teman-teman
atau pasangannya.
- Terobsesi dengan status dan postingan orang lain.
Penderita FoMO selalu ingin tahu mengenai keadaan terkini orang lain dengan cara mengamati
wall
teman jejaring sosialnya secara berlebihan. Mereka akan melakukan
kegiatan tersebut secara berulang-ulang, apalagi jika penderita dihantui
rasa cemburu akan status orang lain, maka frekuensi untuk melihat akun
orang tersebut menjadi lebih sering. Akibat perilakunya ini, waktu
orang-orang yang menderita FoMO akan habis hanya untuk melihat
kehidupan orang lain.
- Selalu ingin eksis.
Penderita FoMO selalu men-
share
setiap kegiatan yang dilakukannya. Penderita akan merasa depresi jika
akunnya sedikit dilihat orang, namun dia akan merasa sangat gembira jika
akunnya banyak
like dan dikomentari orang lain. Seperti
penjelasan sebelumnya, penderita akan selalu melihat akun pribadinya
secara berulang-ulang dalam waktu singkat guna melihat respon orang lain
terhadap eksistensinya.
Jika Anda menderita beberapa gejala
tersebut, segeralah untuk mulai menjaga jarak dengan akun media sosial
Anda. Jika gangguan dirasa sangat berat, maka segeralah berkonsultasi
dengan dokter.
Pada akhirnya, gangguan FoMO ini akan memberikan
dampak yang sangat buruk bagi penderitanya. Penderita akan kehabisan
waktu untuk menjelajah dunia maya dan mengabaikan kehidupan nyata.
Meningkatnya angka perceraian dan produktivitas yang menurun pada usia
produktif merupakan sebagian kecil akibat buruk dari FoMO.
Untuk
itu, penting bagi pengguna jaringan media sosial untuk lebih bijak dalam
menggunakan akunnya, agar kita dapat terhindar dari dampak negatif
media sosial.